“Angin dan Ombak” di DPRD Tubaba Mungkinkah Segera Mereda?

Newslampungterkini.com – Rapat paripurna tampaknya bisa mulus, jika Wakil Ketua satu DPRD Tulang Bawang Barat (Tubaba) Lampung, Busroni SH, yang memegang palu persidangan dan memimpin rapat.
Kata siapa?…
Lalu Posisi Ketua harus dimana?…
Menurut penulis Busroni, SH yang akrab dipanggil Ahi itu, memiliki posisi strategis. Sebab, Ketua partai Demokrat besutan Susilo Bambang Yudhoyono tersebut berada pada posisi wakil ketua satu atau jika berdiri di jajaran pimpinan DPRD, tepat disamping Ketua DPRD Tubaba Ponco Nugroho, ketua partai PDI Perjuangan besutan Megawati Soekarno Putri.
Pada periode 2014-2019, Busroni mulus melakoni posisi Ketua DPRD Tubaba semasa itu, bisa dikatakan tidak ada gejolak di internal, padahal banyak anggota DPRD semasa itu yang kritis dan pandai memainkan peran, tetapi ceritanya hanya tinggal sejarah.
Karakter kepemimpinan Ketua pertai berlambang Mercy di Tubaba itu mebuat hampir semua ketua fraksi mudah diakurkan, berbagai strategipun kemungkinan dimainkan. Karekter dan jiwa pengayom Busroni dinilai ampuh menyatukan persepsi.
Selain Busroni, sosok Marzani, Sudirwan, Yantoni dan beberapa pimpinan hampir sama, juga memiliki pengaruh kencang yang mampu menyatukan kekuatan jumlah anggota DPRD di gedung wakil rakyat Tubaba.
Roda kekuasaan telah berubah posisinya, tetapi peran Busroni masih sangat berpengaruh terhadap pimpinan lainnya. Kalau kata mendiang Soetan Bhatoegana “Ngeri ngeri sedap” untuk mengomentari sesuatu persoalan.
Hemmm!, mudah-mudahan diinternal lembaga perwakilan rakyat daerah yang berslogan ‘Ragem Sai Mangi Wawai’ yang artinya ‘Kebersamaan untuk Keberhasilan’ itu benar-benar akan selalu diamalkan ya!..
Penulis kali ini, sekedar berpendapat saja, tidak berspekulasi terlalu dalam. Kemungkinan sudah banyak obrolan dari sudut ke sudut jalan, tentang para sang dewan dewan terhormat.
Mungkin saja, jadi bahan omongan diteras-teras rumah, gazebo atau bahkan warung-warung kopi kali ya!. ‘Bagini, begitu, kalau ini, kalau itu, posisi ini, posisi itu.’ Yahh..! Begitulah kehidupan demokrasi sosial yang mungkin tidak disadari para wakil rakyat.
Angin dan Ombak politik internal anggota DPRD Tubaba, tampaknya memang belum reda, pasca separuh lebih anggota dewan yang terhormat di bumi Ragem Sai Mangi Wawai, menandatangani mosi tidak percaya terhadap sang Ketua DPRD.
Lalu dari arah manakah Angin itu datang sehingga ombak begitu besarnya bergemuruh?.
Kebuntuan dan pecahnya kebersamaan diinternal lembaga perwakilan rakyat itu, terus memuncak ketika Rapat Paripurna pada Kamis, (28/7/2022), terkait Pembahasan Kebijakan Umum Anggaran Prioritas Plafon Anggaran (KUA-PPAS) tahun anggaran 2023, tidak berjalan mulus atau dalam undang-undang disebut tidak Korum.
Padahal ada dua agenda kepentingan rakyat di Tubaba yang harus segera diselesaikan terkait pembangunan dan kemajuan Tubaba katanya Menuju Tubaba Pulang Ke Masa Depan.
Rapat hanya dihadiri sebanyak 13 anggota legislatif, dari 30 anggota DPRD diruang paripurna, imbas dari beberapa poin inti mosi tidak percaya terhadap Ketua DPRD, jika memimpin paripurna.
Menurut penulis, situasi internal Lembaga perwakilan rakyat daerah di Tubaba, tampaknya bukan lagi personal kepantingan politik partai atau bahkan kepentingan pemerintahan, penulis menduga persoalan tersebut mengarah terhadap individualisme, sehingga menimbulkan kebuntuan dalam mengambil keputusan.
Lalu persoalan individualisme apa yang menjadi kebuntuan itu? Langkah apa yang akan dilakukan para pimpinan DPRD Tubaba atau bahkan langkah-langkah yang akan dilakukan para pimpinan fraksi? dan masihkah para dewan itu ingat sumpah janjinya?
Jika diamati, posisi Ketua DPRD Tubaba Ponco Nugroho yang merupakan ketua PDI Perjuangan, pada posisi partai penguasa. Konon sikap konsisten penguasa partai tersebut, tentu bisa berdampak kewalahan saja, sebab jaringan sang ketua dilevel tingkat pusat tidak banyak yang menyadarinya baik kawan atau bahkan lawannya.
Konon, posisi Ketua Partai PDI Perjuangan Tubaba itu cukup aman dampak dari dinamika politik didaerah. Apa ya? … Lalu siapa yang hendak gantikan posisinya sebagai Ketua?…
Pemilihan Legislatif sudah dekat, jangan sampai peran dan perjuangan partai digoreng abis abisan dan menggerus simpatisan. Atau bahkan jadi perhatian banyak kalangan? Bisa jadi radar ‘gedung merah putih’ ikut penasaran!
Penulisan teringat lirik lagu yang di nyanyikan mendiang Nike Ardila yang berjudul Panggung Sandiwara, yang punya makna sangat dalam, penggalan lagunya begini :
“Dunia ini panggung sandiwara. Ceritanya mudah berubah. Kisah Mahabrata, atau tragedi dari Yunani.”
“Setiap kita dapat satu peranan, yang harus kita mainkan. Ada peran wajar dan ada peran berpura-pura. Mengapa kita bersandiwara?”
“Peran yang kocak bikin kita terbahak-bahak, Peran bercinta bikin orang mabuk kepayang. Dunia ini penuh peranan, dunia ini bagaikan jembatan kehidupan. Mengapa kita bersandiwara?”
Yahh.. Begitu lirik lagu Panggung Sandiwara. Penulis kali tidak bermaksud untuk menggambarkan situasi yang terjadi seakan-akan Sandiwara , tetapi pesan moral yang terkandung dalam lirik lagu tersebut, menggambarkan bahwa kehidupan berpolitik kemungkinan akan miliki akhir ceritanya.
Panggung dalam konteks Penulis, mengartikan sebagai Lembaga Perwakilan Rakyat, tempat di mana pertunjukan berlangsung, sedangkan Sandiwara adalah pertunjukan cerita, yang dimainkan oleh setiap orang di panggung tersebut.
Dalam dunia sandiwara, tentunya terdapat sutradara dan aktor. Sutradara adalah yang mengatur jalannya suatu pertunjukan, sedangkan aktor adalah orang yang menjalankan pertunjukan.
Penulis mengibaratkan, Sutradara di sini adalah konstitusi, peraturan perundang-undangan, tata tertib dan sebagainya. Kemudian aktor adalah pemeran cerita atau para wakil rakyat yang terhormat dan para pemangku kepentingan.
Konstitusi dan segala bentuk peraturan perundang-undangan, telah mengatur kehidupan demokrasi dan politik agar menjalankan tugas wewenang dan fungsinya.
Seperti halnya panggung sandiwara, yang mana masing-masing aktor, mempunyai peran cerita yang disusun sutradara. Setiap wakilnya rakyat tentu harus menjalankan perannya sesuai dengan sumpah janji, tugas fungsi dan wewenang, bahkan sesuai kepentingan partai. Begitu juga bermain Sandiwara harus berperan sesuai dengan tuntutan sutradara agar pertunjukannya sukses.
Jika mencermati Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014, yang menjelaskan bahwa, “Apabila setelah penundaan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), kuorum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum juga terpenuhi, terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, cara penyelesaiannya diserahkan kepada pimpinan DPRD kabupaten/kota dan pimpinan fraksi” Pasal 396 ayat (7).
Jika persoalan internal DPRD Tubaba tetap menghendaki Ponco Nugroho tidak berada pada posisi Ketua Dewan, sementara keputusan partai penguasa menghendaki Ponco tetap harus memimpin, bisa jadi peran Busroni akan dipercaya jitu dengan nyeruput kopi bareng ketua fraksi-fraksi dan meredakan ombak yang bergemuruh diinternal.
Heemmm..! kita simak, pertunjukan apa lagi yang akan dipertontonkan para wakil rakyat yang terhormat dihadapan publik!.
Penulis : Dedi Priyono