Cerita Pilu Sudiman, Petambak ini Dalam Setahun 3 Kali Gagal Panen
Newslampungterkini.com – Menggunakan sepeda motor dengan berboncengan dengan isteri, siang itu Sabtu (11/09/2021) saya dan isteri menyusuri jalan beton yang lebar dan masih kokoh di infra Kampung Bumi Dipasena Agung, jalan yang dibangun Samsul Nursalim di masa itu.
Setelah melewati bangunan tua berupa bekas gudang dan mess karyawan, kami menaiki jembatan besi yang menghubungkan infra dan blok 5 tepatnya jembatan bravo depan jalur 13.
Setelah turun dari jembatan, sepeda motor berbelok arah kiri, naik sedikit dan berbelok kanan masuk ke jalur 13, kami bermaksud bersilaturahmi dengan seorang teman di rumah nomor 06.
Saat melewati rumah nomor 01 saya melihat seorang sedang beraktivitas di dalam tambak, membuang lumut ganggang yang mengapung di permukaan tambak.
Sempat ragu dan bertanya dalam hati apakah benar jalur yang kami lalui adalah jalur rumah teman yang kami tuju, mengingat jalan yang serut, jalan tanah setapak itu hampir tertutup rumput, seperti jarang dilewati, tapi laju kendaraan tak berhenti.
Di rumah nomor 06 kami menjumpai rumah yang baru dibangun setengah jadi, rumah permanen dari terbuat batako yang konon kata tuan rumahnya terhenti pembangunannya karena modalnya habis.
Teman kami ini Sudiman namanya, sejak tahun 1990 sudah menempati rumah dan tambak tersebut, kami ngobrol di teras rumah berbincang soal budidaya udang.
“Sudah 3 kali saya tebar benur tahun ini, 3 kali pula saya gagal panen, udang mati terserang penyakit masih umur kecil, tekor dan habis modal. Praktis satu tahun ini tak ada uang masuk dari tambak, bahkan modal ludes, pembangunan rumah terpaksa tersendat,” keluhnya.
Untuk bertahan hidup Sadiman dan isterinya memanfaatkan hasil jualan tanaman, entah pisang, sayuran yang di tanam di sekeliling tambak atau hasil menjual peliharaan kambing.
“Di Dipasena Agung ini semua rata, selalu gagal panen, entah kenapa kok di daerah kami ini selalu gagal panen, padahal di berapa wilayah lain di Bumi Dipasena banyak yang berhasil,” ungkap Sadiman.
Tantangan terbesar kemandirian petambak Dipasena adalah mempersempit kesenjangan antara yang berhasil dan yang tidak berhasil, menularkan keberhasilan kepada petambak yang masih sering gagal.
Penulis: Nafian Faiz