Menerka Performance Diane Butler dan Pemikiran Bupati Tubaba
Newslampungterkini.com, Tulang Bawang Barat – Diane Butler Seniman Performance yang merupakan Doktoral Kajian Budaya, Universitas Udayana, Denpasar, Bali, Menggerakkan tubuh kecil bersama tim tarinya di lokasi Las Sengok, Karta, pada Event Shareing Time Megalithic Millennium Art, usai pelepasan Ikan dan Kura-kura, Rabu (22/1/2020) sekitar pukul 11.30 Wib.
Wanita asal Negara Amerika yang tinggal di Provinsi Bali sejak Tahun 2001, juga mengelola Internasional Foundation for Dharma Nature Time and Cultural Doctoral Program Study, Universitas Udayana.
Seorang seniman performance yang menggunakan tubuh sebagai media berkaryanya, direncanakan berada di Kabupaten Tulang Bawang Barat (Tubaba) Lampung hingga 26 Januari 2020.
Aksi Diana sapaan akrab Diane Butler dan timnya, saat bergerak melambai, mengepak, mengawai, membelai, melengkung, meringkuk, dan beguling, lalu merangkah, dan merunduk, membuat warga di seputar tumpukan bebatuan besar di lokasi Las Sengok, Karta, Kagum dan Sumringah.
Bergerak dengan merebah, mengesot, menjuntai, kayang, dan banyak lagi aksi yang sulit diucapkan dengan kata-kata, menyimbolkan Suara tubuh dalam kehidupan manusia yang terkoneksi dengan alam semesta.
Penampilan Diane Butler, yang awalnya hanya bergarak sendiri sebagi gerak seninya, tiba-tiba muncul hingga belasan orang seniman asal Rusia, Jerman, Jepang, Kanada, Amerika Serikat, Malaysia, Inggris dan Indonesia dengan Performancenya masing-masing, seakan-akan tergerak dengan satu kesatuan yang saling terhubung, sebagai simbol kehidupan.
Penulis mencoba menerka pemikiran Bupati Tubaba Umar Ahmad, sebagaimana yang telah diungkapkannya dalam prestasi dihadapkan juri Anugerah Kebudayaan PWI Pusat yang terdiri dari Seniman, Budayawan dan Wartawan Sunior, dengan menggagas pembangunan yang berbasis kebudayaan dengan menggambarkan Konsep Masa Depan Tubaba.
Umar Ahmad, ingin menumbuhkan sebuah kehidupan bersama yang dibangun dengan standar tinggi, sebuah peradaban yang hanya bisa diwujudkan dengan sikap menghargai pengetahuan, cita rasa artistik, visi yang jauh ke depan, dan rasa hormat terhadap pihak lain dan semua elemen pembentuk kehidupan.
“Namun, urusan kami dengan satu kata ‘Tubaba’ rupanya sudah kepalang tanggung, kami sudah telanjur melangkah. Maka, sekalian saja kami putuskan yang harus kami lakukan adalah menetapkan standar tinggi peradaban orang Tubaba,” kata Umar Ahmad dikutip media Newslampungterkini.com saat berprestasi di PWI Pusat, Gedung Dewan Pers, Kamis (9 Januari 2020)
Umar menggagas peradaban orang Tubaba agar tidak lagi menolerir kehidupan dengan mutu seadanya. Sehingga potensi dan bakat-bakat terbaik harus di tumbuhkan untuk mewujudkan standar tinggi Kebudayaan Tubaba.
Kemungkinan gagasan Sharing Time Megalithic Millennium Art itulah yang membuat Umar Ahmad merencanakan Tubaba Kembali ke Masa Depan dengan menghadirkan orang-orang hebat yang mendunia untuk Tubaba dengan menghendaki orang-orang yang berjiwa “Bunian” untuk menjadi warganya.
Penulis : Dedi Priyono