Calon Wakil Rakyat Jangan Baperan!
Newslampungterkini.com – Pemilu 2024 di Indonesia menjadi momentum dinamis yang menciptakan perbincangan seru di tengah masyarakat, sebab tidak lama lagi akan dihadapkan dengan memilih para wakil rakyat mulai dari tingkat pusat hingga daerah baik provinsi, Kabupaten dan kota, bahkan memilih Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia untuk periode jabatan tahun 2024 – 2029.
Dalam suasana demokrasi ini, perhatian seringkali tertuju pada sosok calon presiden dan wakil presiden (Capres Cawapres), namun, kita juga perlu merenung pada peran para wakil rakyat, yang seringkali terlupakan di balik sorotan para Capres Cawapres.
Penulis memperhatikan, perbincangan dikehidupan masyarakat diseluruh pelosok negeri, di Desa di Kota, di Sawah dan Kebun, di perempatan jalan, di gardu-gardu, menjadikan perbincangan seputar pemilu sebagai obrolan hangat, meskipun harus berargumen keras, mulut berbuih-buih, urat leher kencang dan tegang, hanya untuk mengagumi para idola kontestan politik yang dikagumi, baik itu Capres dan Wapres hingga calon wakil rakyatnya.
Begitulah kondisi kehidupan demokrasi masyarakat Indonesia, meskipun berbeda pilihan, berbeda pandangan politik, berbeda suku dan agama, akan tetapi tetap disatukan oleh nilai-nilai ideologi Pancasila yang mewujudkan Bhinneka Tunggal Ika.
Cobalah alihkan perhatian kita untuk melihat dan berpikir tentang apa yang telah diperbuat para wakil rakyat, DPR, DPD, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten dan Kota, yang 2019 lalu terpilih menjadi wakil rakyat.
Bukan rahasia lagi bagi masyarakat, politik transaksional atau politik uang adalah jurus jitu sang calon untuk mendapatkan posisi yang diinginkan sebagai wakil rakyat.
Penulis mendapatkan berbagai sumber dari beberapa wakil rakyat yang berhasil menduduki jabatan sebagai wakil rakyat pada periode-periode lalu, menghabiskan uang berpariasi, mulai dari 500 juta, sampai 2 miliar untuk dapat duduk sebagai anggota DPRD Kabupaten atau Kota, 3 sampai 4 miliar untuk bisa duduk tingkat provinsi, sedangkan ditingkatkan DPR RI bisa merogoh kocek hingga belasan miliar.
Bukan rahasia lagi bagi masyarakat, politik transaksional atau politik uang adalah jurus ampuh sang calon untuk mendapatkan posisi yang diinginkan sebagai wakil rakyat.
Penulis mendapatkan informasi dari berbagai sumber yang telah berhasil menduduki jabatan sebagai wakil rakyat, menghabiskan uang berpariasi, mulai dari 500 juta, sampai 2 miliar untuk dapat duduk sebagai anggota DPRD Kabupaten atau Kota, 3 sampai 4 miliar untuk bisa duduk tingkat provinsi, sedangkan ditingkatkan DPR RI bisa merogoh kocek hingga belasan miliar.
Tetapi, ada juga yang bermodalkan kebaikan, ketokohan, usaha dan kerja-kerja keras, tidak sampai miliaran yang dikeluarkan dapat menjadi wakil rakyat, tetapi tetap akan menghabiskan uang puluhan hingga ratusan juta rupiah walaupun hanya iseng-iseng saja mencalonkan diri, karena opesional sosialisasi dan atribut yang diperlukan.
Tradisi politik uang yang dilakukan oleh oknum calon setiap pemilu, tentu mendidik dan membiasakan masyarakat untuk berpikir bahwa, menjadi wakil rakyat harus punya modal yang banyak, apalagi jika setelah terpilih wakil rakyat akan datang dan menghilang sesuka hati.
Datang ketika butuh dukungan suara masyarakat dan menghilang setelah mendapatkan apa yang diinginkan sang calon.
Ya… Begitulah lika liku berpolitik dalam pemilu lima tahun sekali. Jika dibuatkan semacam diagram pertemuan, selama lima tahun akan terlihat jelas dari waktu ke waktu, kapan wakil rakyat yang kita pilih lebih banyak menghabiskan waktunya.
Satu tahun menjelang Pemilu sang calon akan intens menyapa masyarakat calon pemilihnya, membangun komitmen, janji-janji dan cerita-cerita yang menyenangkan hati masyarakat, seakan-akan jika jadi wakil rakyat akan penuh kuasa.
Setelah terpilih sang calon pada tahun Pertama menjabat jadi wakil rakyat, intens tebar pesona menyapa masyarakat, memberi tahu bahwa sang calon sebelumnya kini telah menjadi orang terhormat.
Tahun kedua, mulai buat alasan sibuk diluar daerah, tidak henti-hentinya rapat dan sibuk diperintahan, hingga tahun ke tiga dan ke empat, tidak lagi blusakan di RT, RW atau kampung-kampung tempat bersosialisasi. Jelang satu tahun atau bahkan enam bulan akan pemilu mulai menyapa dan tebar pesona agar dapat dipilih kembali.
“Mohon maaf bagi yang merasa, jangan BAPER ya, Penulis sekedar menggugah para pembaca agar kebiasaan politik transaksional dan kekhilafan melupakan perjuangan masyarakat yang memilih sang calon terpilih, dapat diminimalisir. Sebab banyak Oknum Wakil Rakyat yang telah melupakan perjuangan masyarakat untuk memilihnya, karena merasa hanya dengan uang jabatan bisa diraih”
Kapan Pemilu 2024 akan dilaksanakan ?…
Penulis ikut mensosialisasikan Terkait Pelaksanaan pemilu 2024, telah diatur dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 3 Tahun 2022 tentang Tahapan dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Umum Tahun 2024.
Jika melihat peraturan yang telah ditetapkan KPU RI, Pemilu 2024 dilaksanakan pada Rabu, 14 Februari 2024. Dijelaskan juga dalam Pasal 167 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, pemungutan suara dilakukan pada “hari libur atau hari yang diliburkan secara nasional”.
Gunakan hak pilih dengan bijak, jangan golput, ya!…
Penulis : Dedi Priyono