Ancaman Krisis Pangan, Itjen Kementan Kawal Pengembangan Komoditas Singkong

Newslampungterkini.com – Singkong menjadi salah satu komoditas lokal yang potensial sebagai alternatif diversifikasi pangan. Apalagi budidaya singkong hampir merata di seluruh Indonesia, sehingga kian mudah untuk mengajak masyarakat mengonsumsi singkong sebagai sumber karbohidrat.
Saat ini Indonesia merupakan negara penghasil singkong terbanyak keempat dunia dengan produksi sebanyak 19-20 juta ton. Tiga besar penghasil singkong adalah Nigeria sebanyak 57 juta ton, Thailand 30 juta ton dan Brasil 23 juta ton.
Di Indonesia, sentra produksi singkong tersebar di 13 provinsi. Lima besar provinsi penghasil singkong ada Lampung, Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat dan DI Yogyakarta.
Data Ditjen Tanaman Pangan, luas areal penanaman singkong tahun 2019 sebesar 628.305 ha dan produksi sebanyak 16,35 juta ton. Program pengembangan tahun 2020 seluas 11.175 ha.
Dengan potensi tersebut, Kementerian Pertanian melalui Inspektorat Jenderal pun mendorong pengembangan pangan lokal singkong sebagai upaya mendoroing diversifikasi pangan dan mendongkrak perekonomian rakyat. Dari singkong banyak jenis olahan pangan yang bisa dibuat dan bernilai ekonomi tinggi.
Singkong juga merupakan pangan yang kaya nutrisi. Kandungan indeks glikemik singkong jauh lebih rendah dibandingkan kentang dan nasi. Singkong juga kaya serat.
Dalam 100 gram singkong mengandung 121 kalori, air 62,5 gram, fosfor 40 gram, karbohidrat 34 gram, kalsium 33 miligram, vitamin c 30 miligram, protein 1,20 gram dan besi 0,70 miligram.
Untuk meningkatkan monitoring dan evaluasi pengembangan komoditas singkong dalam mendukung diversifikasi pangan, khususnya di Provinsi Lampung, Inspektur Jenderal Kementerian Pertanian, Jan S Maringka berkunjung ke Pabrik Tapioka Tedco, Desa Banjar Ratu, Way Pengubuan, Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung, Kamis (11/8/2022).
“Kunjungan ini, kami ingin memastikan jika ada permasalahan dan hambatan yang mungkin terjadi sehingga Inspektorat selaku APIP dapat memberikan solusi dan mitigasi risiko secara cermat cepat dan akurat,” kata Jan Maringka.
Jan Maringka meminta agar pelaku usaha, khususnya industri bisa menaikkan singkong menjadi pangan yang luar biasa. Misalnya, melalui berbagai inovasi seperti tepung mocav (modified cassava) yang difermentasi, keripik, kerupuk, mie hingga tiwul modern (tiwul keju).
Bukan hanya itu menurut Jan Maringka, singkong juga dapat menjadi bahan bakar alternatif yang dikenal dengan sebutan Bioetanol. Bensin yang dicampur dengan bioetanol kualitasnya lebih baik. Ampas singkong dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan ternak.
“Dimasa pendemi ini kita sedang mengalami krisis pangan. Untuk itu kita harus meningkatkan produksi dan mendorong diversifikasi pangan dengan pangan lokal, seperti singkong ini,” ujar Jan Maringka.
Pada kesempatan ini Jan Maringka mengatakan sebagai salah satu fungsi kontrol internal, keberadaan Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP) memiliki peran penting dalam penyelenggaraan good governance.
Khususnya untuk mengawal tercapainya misi Kementan yaitu mewujudkan ketahanan pangan, meningkatkan nilai tambah dan daya saing pertanian, serta meningkatkan kualitas sumber daya manusia sarana dan prasarana.
“Dengan pengawalan dari Itjen kita harapkan pembangunan pertanian dapat berjalan tepat waktu, tepat mutu dan tepat sasaran,” kata Jan Maringka.
Namun menurut Jan Maringka, tugas dan fungsi pengawasan akan semakin optimal jika dilaksanakan secara terpadu sinergi dengan APIP lainnya. Misalnya, APIP di BPKP dan instansi penegak hukum lainnya, seperti Kejaksaan dan Kepolisian dalam mengawal ketahanan pangan.
“Dalam pengawasan kita mengedepankan fungsi pencegahan dan early warning system,” tuturnya.
(bg/ag)